Desa
Karangsambung merupakan desa tertua di antara tujuh desa di wilayah Kec.
Kadipaten. Beberapa desa seperti Desa Liangjulang, Kadipaten (Jatiraga),
Babakan Anyar dan Desa Pagandon dahulu berada di bawah pemerintahan Demang
Karangsambung.
Nama
Karangsambung lebih bernilai historis bila dibanding dengan nama Kadipaten,
nilai historis Karangsambung terkait dengan pasukan Mataram yang ngababak-babak
hutan lalu menjadi cikal bakal desa ini.
Menurut sumber sejarah, pasukan Mataram membuka lahan hutan menjadi pemukiman
akibat rasa takutnya terhadap raja Mataram, Sultan Agung. Raja Mataram
mengancam akan membunuh pasukannya jika perang dari Batavia tanpa membawa
kemenangan.
EDITOR : KI MANUNGGAL RASA
Asal Muasal Nama Karangsambung
Desa
Karangsambung merupakan desa tertua di antara tujuh desa di wilayah Kec.
Kadipaten. Beberapa desa seperti Desa Liangjulang, Kadipaten (Jatiraga),
Babakan Anyar dan Desa Pagandon dahulu berada di bawah pemerintahan Demang
Karangsambung.
Nama
Karangsambung lebih bernilai historis bila dibanding dengan nama Kadipaten,
nilai historis Karangsambung terkait dengan pasukan Mataram yang ngababak-babak
hutan lalu menjadi cikal bakal desa ini.
Menurut sumber sejarah, pasukan Mataram membuka lahan hutan menjadi pemukiman
akibat rasa takutnya terhadap raja Mataram, Sultan Agung. Raja Mataram
mengancam akan membunuh pasukannya jika perang dari Batavia tanpa membawa
kemenangan.
Menurut historiografi tradisional sekitar abad 15
Sunan Gunung Jati mendapat perintah dari Sultan Demak agar meluaskan syiar
Islam ke daerah Jawa Barat. Maka untuk keperluan rencana tersebut maka
dipanggilah para pembantu nya yang berjumlah sembilan orang, mereka
adalah :
1
|
Ki Gedeng Curug Landung atau Andanggaru
|
2
|
Ki Gedeng Pancuh
|
3
|
Ki Gedeng Pakandangan
|
4
|
Ki Gedeng Bangodua
|
5
|
Ki Gedeng Hanjatan
|
6
|
Ki Gedeng Magelung atau Pangeran Soka dari Syiria
|
7
|
Ki Gedeng Sawit
|
8
|
Ki Gedeng Saparis
|
9
|
Ki Gedeng Babadan
|
Pada saat itu sebagian wilayah sering mengalami sengketa termasuk wilayah Karangsambung (saat itu belum lahir). Adapun daerah sengketa tersebut diantaranya adalah
sebagai berikut :
1. Karang
Getas, sekarang Blok Ahad yang mana penduduknya adalah memiliki kepandaian
berbicara ( diplomasi ).
2. Karang Sinom, sekarang Blok senen sebelah timur, yang mana penduduknya memeliki keahlian
dalam bidang pekerjaan.
3. Karang
Suwung, sekarang Blok Jum’at yang mana penduduk nya memiliki penge mbangan dalam membangun pesantren.
4. Karang
Koletrak, sekarang Blok Saptu yang mana penduduk nya memiliki keahlian
dalam berperang.
5. Karang Pamijan,
sekarang Blok Senen yang sejak dulu adalah tempat bermusya warah hingga
menjadikan tempat ini sebagai
pusat pemerintahan.
Kemudian para pembantu
Sunan Gunung Jati yang ber jumlah sembilan itu dengan segala
cara berhasil menyatukan kelompok-kelompok
masyarakat yang selalu bertikai tersebut, maka untuk agar tetap bersatu maka wilayah tersebut disatukan
dengan satu nama wilayah maka munculah Karangsambung yang artinya Karang
= Perkampungan dan Sambung = Penggabungan. Jadilah sampai sekarang disebut
Karang sambung.
Untuk menjaga agar syiar Islam terjaga maka dibangun juga sebuah Masjid menurut cerita
para orang tua konon Mesjid di Karangsambung sezaman dengan Masjid di Demak, Cirebon dan
Banten.
Bila mengingat awal Sunan Gunung Jati menyebarkan syiar Islam, tentunya pada abad tersebut banyak
dibangun mesjid sebagai tempat beribadah sekaligus
pusat syiar Islam dan salah satunya adalah Mesjid Karangsambung di Desa Karangsambung.
Setelah warga masyarakat bersatu, maka para pembantu Sunan Gunung Jati membuat
tempat ibadah yaitu membuat
sebuah Masjid yang sekarang bernama Mesjid Jami Darussalam. Para pembantu
Sunan Gunung jati itu diantaranya bernama :
Ki Gedeng Pancuh,
Ki Gedeng Curug Landung, Ki Gedeng Magelung,
Ki Gedeng Babadan,
Ki Gedeng Sawit,
Ki Gedeng Keked, Ki Gedeng Bango Dua dan Ki Gedeng Hanjatan.
Selain membuat sebuah
mesjid para pembantu Sunan Gunung Jati mendidik masyarakat baru tersebut belajar bertani,
berdagang dan mengembangkan
agama Islam.
Untuk melengkapi kegiatan syiar Islam maka di Masjid Jami yang dinamakan Darussalam
dibuatlah sebuah kursi agar sang imam bisa berdakwah dengan nyaman.
Pada kesempatan itu beberapa utusan
Sunan Gunung Jati kembali ke Cirebon, tinggalah di
Karangsambung yaitu Ki Gedeng Sawit dan Ki Gedeng Pancuh.
Masjid pertama dalam sejarah Islam di daerah ini adalah Masjid
Darussalam. Di masjid ini tersimpan juga benda-benda sejarah berupa alat-alat
perang pada saat tentara/pasukan mataram bertempur melawan kompeni (V.O.C), antara lain keris dan tombak.
Benda-benda ini menjadi benda pusaka yang tidak sembarang orang
bisa melihatnya, ada waktu-waktu tertentu untuk bisa melihat
benda pusaka ini. Misalnya pada saat bulan
Maulid dalam tahun Islam.
Di Masjid Darussalam juga terdapat kursi kesaksian. Setiap orang yang sedang dalam perkara, pada jaman dulu harus digiring duduk untuk memberikan sumpah di
atas kursi kesaksian tersebut. Jika berbohong maka pantatnya tidak akan bisa
lepas dari kursi. menyatu dengan kursi seperti dilem dengan bahan perekat kuat.
Jika keterangannya benar,
maka ia bisa berdiri dan beranjak seperti biasa.
Nama Desa Karangsambung juga memiliki keterikatan dengan Masjid Darussalam. Konon masjid ini dibangun dengan elemen batu karang, termasuk
material penyangga mesjid. Komponen tiangnya dibuat dari potongan batu karang,
dihubungkan dengan cara menyambung batu karang hingga membentuk tiang. Metode
penyambungannya tidak terungkap dengan jelas.
Menurut versi lain proses penyambungan batu karang tersebut
membuat warga desa itu berdecak kagum hingga tersiar
ke beberapa desa lainnya. Istilah Karangsambung pun lahir, menandai desa
dengan masjidnya yang khas.
Awalnya Karangsambung belum memiliki pemerintahan sendiri sebelum akhirnya
berbentuk kademangan hal tersebut dikarenakan
makin luasnya wilayah
Karangsambung yang diikuti oleh banyaknya penduduk yang
berdiam di Karangsambung, Mereka rara-rata adalah petani dan sebagian pedagang
pelabuhan antar sungai yang berada di Pasangrahan yang kini menjadi Desa Babakan Anyar.
Demikianlah syiar Islam pun berkembang dengan baik, beberapa pesantren dan Mushola.
Untuk mushola di Karang sambung sampai saat ini berjumlah 23 Mushola tersebar
di 8 Rukun Warga. ( Data Tahun 2016)
DAFTAR PEMIMPIN PEMERINTAHAN DI KARANGSAMBUNG
Karangsambung pada saat awal pemerintahan berbentuk Kademangan
(setingkat dengan Kecamatan karena membawahi beberapa desa) yang
diperkirakan abad 16. Para demang ini adalah pemangku Jabatan tertinggi di Daerah yang bertanggung
jawab kepada Kepala Distrik atau Wedana yang pada saat itu Karangsambung berada di Distrik Jatiwangi, berikut
nama-nama demang Karangsambung :
1
|
Demang Djiadi
|
2
|
Demang Nalang Taka
|
3
|
Demang Wiradjati
|
4
|
Demang Nalang Pati
|
5
|
Demang Suki
|
6
|
Demang Nalang Yuda
|
7
|
Demang Warang Bana
|
8
|
Demang Balandong (Demg
Keked)
|
9
|
Demang Maskilah
|
10
|
Demang Arpar
|
11
|
Demang Narang Bana
|
12
|
Demang Djaya Tamuan
|
13
|
Demang Narsih
|
14
|
Demang Nuandani
|
15
|
Demang Widjaya
|
Pada jaman kademangan ada petugas yang khusus menang ani masalah keagamaan seperti
kematian, pernikahan dan upacara lainnya seperti syukuran. Adapun nama petugas
keagamaan tersebut disebut Ketib, berikut nama Ketib yang namanya terekam dalam ingatan masyarakat
yaitu Warga Karya,
Embah Suradin, Embah Aliyudin dan Embah Sarimudin. Keempat Ketib ini kini berbaring dengan tenang di pemakaman
Cikempar Desa Kadipaten.
Selanjutnya ketika perubahan peraturan
Pemerintahan Hindia Belanda yang
berlangsung pada akhir abad 18 atau sekitar tahun 1780, bentuk Kademangan di
Karangsambung berubah menjadi Desa, pemimpin pemerintahannya disebut Kuwu,
dengan Kuwu pertama bernama Wira Brata / Raksa Widadia.berikut nama-nama Kuwu
atau Kepala Desa Karang sambung :
NO
|
NAMA KUWU/ KEPALA DESA
|
MASA MENJABAT
|
1
|
Wira
Brata / Raksa Widadia
|
|
|
|
2
|
Jaya
Direja
|
|
|
|
3
|
Tasmi
|
|
|
|
4
|
Warga
Karia
|
1890
|
-
|
1905
|
5
|
H.Bratalaksana/HAbdulgani/ H.Gede
|
1905
|
-
|
1907
|
6
|
Warga Atmaja / Ki Madrais
|
1907
|
-
|
1935
|
7
|
Danakaria
/ Jakum
|
1935
|
-
|
1939
|
8
|
Sabur
|
1939
|
-
|
1940
|
9
|
Abas
|
1940
|
-
|
1946
|
10
|
Madria
A / H. Hasan Mustopa
|
1946
|
-
|
1947
|
11
|
Sabur
(Tewas ditembak Belanda)
|
1947
|
-
|
1948
|
12
|
Rewah
(Tewas ditembak Belanda)
|
1948
|
-
|
|
13
|
Tirta
Karia
|
1950
|
-
|
1960
|
14
|
Djambil
/ H. Amdjah
|
1960
|
-
|
1963
|
15
|
Dawuh
|
1963
|
-
|
1966
|
16
|
Soehari
|
1966
|
-
|
1970
|
17
|
O.
Mustolik
|
1970
|
-
|
1979
|
18
|
Dadang
Iskandar
|
1979
|
-
|
1980
|
19
|
Achmad
As’ari (WD)
|
1980
|
-
|
1982
|
20
|
M. Toton Syahrowardi
|
1982
|
-
|
1986
|
21
|
Mulyana
(WD)
|
1986
|
-
|
1989
|
22
|
S.
Sunarga (Kartiker)
|
1989
|
-
|
1997
|
23
|
Bayong
Rostawi
|
1997
|
-
|
2008
|
24
|
Hanim
|
2008
|
-
|
2014
|
25
|
Dodo
Carda
|
2014
|
-
|
2015
|
26
|
Suwarman
( Penjabat Sementara)
|
2015
|
-
|
2016
|
27
|
Melli
Melaty
|
2016
|
-
|
2021
|
UNTUK LEBIH LENGKAP KLIK DIBAWAH INI !
RIWAYAT DESA KARANGSAMBUNG KECAMATAN KADIPATEN KABUPATEN MAJALENGKA DAN PERKEMBANGANNYA